Terbaru
Recent Articles

Penandatanganan Kontrak Diduga Cacat Hukum

LANGSA - Penandatanganan kontrak produksi bersama (production sharing contract/PSC) antara Pemerintah Aceh dengan perusahaan perminyakan PT Medco E&P Malaka, pada 15 April 2010 lalu, untuk menghasilkan minyak dan gas bumi di kawasan Blok A, Kabupaten Aceh Timur, diduga cacat hukum, karena dilakukan sebelum Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Migas diundangkan.

Hal itu mencuat dalam seminar yang digelar Konsorsium LSM Aceh Timur Memantau, dengan mengusung tema “Memastikan partisipasi masyarakat dan pemerintah Aceh Timur dalam pengelolaan Migas di Blok A”, Rabu (25/8) sore, bertempat di aula Pendopo Bupati Aceh Timur di Langsa.
Seminar yang diikuti tokoh masyarakat Aceh Timur, alim ulama, tokoh pemuda, kalangan LSM, dan unsur pers di wilayah itu, juga  menghadirkan Sekda Aceh Timur Syaifannur SH MM, Kadis Deperindag Kop dan Pertambangan Aceh Timur Said Husein, dan Fuadi SH akademisi senior dari Universitas Samudera Langsa, sebagai narasumber.

Seminar yang digagas konsorsium LSM itu berlangsung alot, lantaran mendapat tanggapan kritis  yang sangat antusias dari peserta. Berbagai tanggapan muncul terkait keberadaan PT Medco E&P Malaka di Aceh Timur, termasuk penilaian terhadap surat Gubernur Aceh, yang dinilai peserta seminar mengabaikan daerah penghasil Migas, yakni Aceh Timur.

Bahkan tanggapan yang paling keras muncul dari akademisi senior Universitas Samudera (Unsam) Langsa, Fuadi SH MHum. Fuadi di hadapan peserta seminar dengan tegas menyorot aspek legal hukum terkait surat izin Gubernur kepada PT Medco yang diduga cacat hukum.

Pasalnya, terang Fuadi, etikanya tidak boleh menyandar kepada sesuatu yang belum ada seperti yang dilakukan Gubernur Aceh. Maka, seharusnya surat gubernur tersebut mengacu kepada UU Migas nasional, tidak boleh kepada rancangan, sebab rancangan bukan undang-undang.

“Surat gubernur itu sudah diduga cacat hukum jika dilakukan uji materil. Gubernur berpendapat bahwa itu menguntungkan Aceh. Sepengetahuan saya Aceh Timur tidak pernah menyinggung soal itu, tapi jangan mengabaikan daerah penghasil, dalam hal ini Aceh Timur,” sebutnya.

Ia juga menegaskan, surat itu diduga cacat hukum, karena disandarkan kepada RPP. Dalam hukum admisnitrasi negara tidak boleh menyandarkan sesuatu yang belum riil. “Ini jelas dugaan kita ada kekacauan hukum. Gubernur menganggap RPP Migas Aceh akan cepat lahir, padahal itu tidak segampang yang kita bayangkan. Anehnya, dalam surat gubernur tidak dicantumkan participating interest untuk Aceh Timur sebagai daerah  penghasil Migas,” sebutnya.

Sementara itu, Ketua KNPI Aceh Timur Tgk Mudawali dalam sesi tanya jawab juga mengungkapkan, bahwa apa yang telah dilakukan oleh Gubernur Aceh dengan surat izinnya itu telah melecehkan Aceh Timur, sebagai penghasil Migas.

“Jangan sampai nasib Aceh Timur seperti persoalan keberadaan PT Arun di Aceh Utara. Kita tidak ingin 25 tahun ke depan baru lakukan demo terkait ketidakberesan ini, makanya hari ini,  semua sisi aspek hukum dan hak ekonomi sosial budaya (ekosob) masyarakat harus disuarakan sebelum itu terlambat,” ujar mantan anggota DPRK ini.

Tgk Azhar BTM, dari unsur ulama yang juga Ketua Himpunan Ulama Insyafuddin Aceh Timur, mengingatkan agar keberadaan perusahaan Migas di Aceh Timur, jangan  sampai mengulang sejarah seperti di daerah lain. Ia dengan tegas mengibaratkan, bahwa Aceh Timur sebagai bapak dan ibu, sedangkan minyak dan gasnya sebagai bayi, dan Medco sebagai bidan. “Maka saya tegaskan, jangan sampai si bayi diambil oleh bidan, sementara ayahya dan ibu tidak memiliki apa-apa,” sebutnya, seraya mendapat aplaus dari peserta.

Sekda Aceh Timur Syaifannur SH MM  dalam paparanya mengatakan, Pemkab Aceh Timur tetap mengharapkan adanya pelaksanaan aturan yang sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Bahkan, pihaknya juga sudah menyatakan sangat kecewa dan Pemkab Aceh Timur merasa tidak dihargai sama sekali dalam proses yang dilakukan Pemerintah Aceh.

“Sekarang peluang yang kita miliki, yakni UU N0 22 tahun 2001 dan PP N0 35 tahun 2004,  kita telaah dulu secara baik, karena di sana dicantumkan hak-hak daerah penghasil Migas,” sebutnya.  Sebelumnya, Ketua Panitia Seminar Tentang Pengelolaan Migas Blok A, Salamuddin, mengatakan, seminar yang digagas pihaknya bertujuan untuk memberi ruang gerak partisipasi publik dalam menyikapi persoalan izin gubernur secara profesional dan ilmiah.

“Makanya di  forum ini kami undang, keterwakilan tokoh dari berbagai stakholder di Aceh Timur. Perlu kami tegaskan, bahwa upaya ilmiah ini bukan menolak Medco di Aceh Timur. Namun, memperjelas regulasi (aturan) yang ada tentang di mana ditempatkan masyarakat Aceh Timur atau dengan kata lain,  regulator Aceh Timur di mana,” kata mantan aktivis IAIN Ar-Raniry ini. Sebagaimana diketahui, Gubernur Aceh Irwandi Yusuf pada 15 April 2010 lalu menyampaikan surat Nomor 540/49925 kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, perihal persetujuan Pemerintah Aceh atas perpanjangan PSC Blok A.(serambinews.com)
Share and Enjoy:

0 komentar for this post

Leave a reply

We will keep You Updated...
Sign up to receive breaking news
as well as receive other site updates!
Subscribe via RSS Feed subscribe to feeds
Sponsors
Template By SpicyTrickS.comSpicytricks.comspicytricks.com
Template By SpicyTrickS.comspicytricks.comSpicytricks.com
Popular Posts
Recent
Connect with Facebook
Sponsors
Blog Archives
Recent Comments
Tag Cloud