Terbaru
Recent Articles

Prospek "Food Estate" di Indonesia

KRISIS pangan global yang dipicu oleh booming harga komoditas pangan 2008 telah membuka mata banyak negara tentang arti penting mengurangi ketergantungan pasokan pangan dari impor. Krisis pangan juga mengilhami berbagai negara di dunia untuk menggelorakan kembali gerakan kembali ke sawah.

Namun, tak semua negara punya kemampuan dalam kancah perburuan itu. Sebab, berbagai kendala menghadang. Terutama, kurangnya akses kapital dan teknologi. Peluang tersebut banyak ditangkap oleh negara-negara maju, perusahaan multinasional, serta investor raksasa internasional.

Kondisi itu memunculkan fenomena "sebuah negara investasi di lahan pertanian negara lain untuk mengamankan pasokan pangan dalam negerinya sendiri". Fenomena tersebut ditempuh dengan cara mengakuisisi lahan-lahan pertanian (land grab) di negara-negara berkembang dan negara-negara miskin dan memanfaatkan buruh tani murah lokal serta berbagai kemudahan lainnnya.

Mengenai hal itu, Organisasi Pangan dan Pertanian dunia (FAO) melalui laporan bertajuk "Lands Grab or Development Opportunity? Agriculture Investment and International Land Deals in Africa" mengingatkan negara-negara berkembang tentang bahaya fenomena tersebut. Akuisisi lahan itu merupakan bentuk neokolonialisme baru negara maju atas negara berkembang.

Menurut FAO, akselerasi akuisisi lahan tersebut akan menempatkan negara-negara miskin pada posisi rentan dalam menghadapi ancaman krisis pangan. Selain petani akan terusir dari lahannya, dampak kerusakan ekologi karena pola intensive farming bakal sangat merugikan.

Lalu, bagaimana seharusnya pemerintah dan Bangsa Indonesia menyikapi situasi global yang tengah berkembang tersebut?

Subsisten

Selain tantangan eksternal berupa melambungnya harga komoditas pangan di pasar global, saat ini bangsa Indonesia dihadapkan pada tantangan internal yang tidak kalah serius. Yaitu, tingginya angka kelahiran (baby booming). Saat ini, angka fertilitas nasional pada posisi 2,6 dengan pertumbuhan penduduk sebesar 1,3 persen per tahun.

Pertumbuhan penduduk seimbang hanya dapat tercapai jika angkanya kurang dari 0,5 persen. Kondisi tersebut hanya bisa dicapai apabila angka fertilitas nasional dapat diturunkan dari 2,6 menjadi 2,0. Jika upaya penurunan angka fertilitas itu dapat tercapai pada 2015, jumlah penduduk Indonesia pada 2050 diprediksi mencapai 300 juta jiwa. Jika upaya tersebut gagal, jumlah penduduk pada tahun tersebut bisa mencapai 350 juta jiwa.

Konsekuensi dari semua ini adalah semakin beratnya beban pemerintah dalam mencukupi kebutuhan sosial dasar penduduk, mulai pemenuhan perumahan hingga pangan. Untuk mengimbangi laju pertumbuhan penduduk, negara ini minimal harus punya lahan garapan pertanian seluas 22 juta hektare. Sekarang baru tersedia 17,04 juta hektare yang terdiri atas 7,8 juta hektare lahan basah dan 9,24 juta hektare lahan kering. Rata-rata ketersediaan lahan per kapita (lands man ratio) negeri ini masih sangat kecil, hanya 820 m2.

Situasi di Indonesia saat ini sangat tidak ideal untuk menciptakan kondisi ketahanan pangan yang kukuh. Menurut data sensus pertanian 2003, di antara 25,4 juta rumah tangga petani (RTP), terdapat 56,5 persen RTP gurem yang menggarap lahan kurang dari 0,5 hektare. Mereka bersifat subsisten, hasil usaha taninya hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga sendiri. Itu pun jauh dari cukup. Idealnya, satu RTP mengusahakan minimal satu hektare lahan sawah.

Luar Jawa

Pemerintah Indonesia harus mencari alternatif lain dari pola pertanian saat ini. Yaitu, pola peasent-based and family-based food production tanpa merusak pola dan tatanan yang telah ada tersebut. Pola pertanian corporate base-food production atau food estate menjadi sebuah keniscayaan.

Kebijakan itu memberikan ruang kepada para pemilik modal, terutama pemodal dalam negeri, untuk turut mewujudkan ketahanan pangan nasional yang kukuh dan berkelanjutan dengan pola yang lebih efisien. Pola food estate tersebut diharapkan dapat menyumbang seperempat hingga sepertiga produksi pangan nasional.

Melihat berbagai faktor pembatas di Pulau Jawa, terutama ketersediaan sumber daya lahan, pola food estate itu sangat prospektif diterapkan di luar Pulau Jawa. Ditinjau dari ketersediaan sumber daya lahan, dipilihnya Merauke oleh Kementerian Pertanian sebagai lokasi awal penerapan food estate itu sudah cukup tepat.

Namun, ketersediaan ribuan, bahkan jutaan hektare, lahan di Merauke tersebut tidak cukup tanpa dukungan sumber daya lainnya. Antara lain, sumber daya perizinan serta sarana infrastruktur yang memadai. Mulai jalan usaha tani, jaringan irigasi, sarana transportasi, hingga sarana pelabuhan. Semua ini merupakan domain pemerintah. Tanpa kemudahan perijinan dan kelengkapan sarana infrastruktur tersebut para pemilik modal tidak akan mau berinvestasi mengelola food estate di Merauke.

Dukungan lain yang tak kalah penting adalah faktor perencanaan serta komitmen moral dan politik dari seluruh pemangku kepentingan. Kita dapat mengambil pelajaran dari kegagalan program pengembangan lahan gambut sejuta hektare di Pulau Kalimantan pada pemerintahan Orde Baru. Komitmen politik pemerintah kala itu sebenarnya sangat kuat. Sayang, hal itu tidak didukung perencanaan fisik yang matang. Apalagi, kemudian tercium adanya tindakan moral hazard korupsi dalam pelaksanaan megaproyek tersebut.

Satu hal yang harus selalu kita ingat dari pelaksanaan program food estate di negeri ini, sebagaimana diingatkan oleh FAO, kita jangan sampai menjadi korban neokolonialisme. Konon, kabarnya, investor dari Arab Saudi telah siap berinvestasi dalam program food estate di Merauke.

Bagaimanapun, kedaulatan bangsa dan negara berada di atas segalanya. Hanya dengan kerja keras, komitmen moral dan politik yang kuat, serta integritas yang tinggi dari seluruh pemangku kepentingan bangsa dan negara ini dapat menyuapi 230 juta mulut warga yang menganga. Di sini dan saat inilah kearifan kita sebagai bangsa besar tengah diuji. (*)

*). Toto Subandriyo, alumnus IPB dan MM-Unsoed, kepala Kantor Ketahanan Pangan Kab. Tegal, Jateng.
Share and Enjoy:

0 komentar for this post

Leave a reply

We will keep You Updated...
Sign up to receive breaking news
as well as receive other site updates!
Subscribe via RSS Feed subscribe to feeds
Sponsors
Template By SpicyTrickS.comSpicytricks.comspicytricks.com
Template By SpicyTrickS.comspicytricks.comSpicytricks.com
Popular Posts
Recent
Connect with Facebook
Sponsors
Blog Archives
Recent Comments
Tag Cloud