Terbaru
Recent Articles

Hakikat Hidup Muslim


Oleh : Muhammad Shiddiq Al Jawi

Mukadimah
Seorang muslim sudah seharusnya memahami hakikat hidupnya di dunia: Dari mana ia berasal, untuk apa hidup dan bagaimana dia harus menjalani  hidupnya, serta kemana setelah mati?  Sudah sewajarnya bila setiap muslim memahami hal ini. Pemahaman akan hakikat hidup sangatlah penting, oleh karena ia akan menentukan corak atau gaya hidup seseorang. Saking pentingnya persoalan ini, sampai mungkin bisa dikatakan, janganlah kita hidup sebelum memahami apa sebenarnya hakikat hidup kita itu.  

Tapi tidak  sedikit muslim yang tidak memahami, bahkan kehilangan makna hidupnya yang hakiki ini. Ada yang terhanyut oleh pola hidup sekuler, ada pula yang acuh tak acuh menjalani hidupnya. Padahal, memahami hakikat hidup bukan hal yang sukar bagi seorang muslim. Allah SWT telah memberikan bekal dan potensi pada diri manusia, berupa daya pikir (akal) dan fitrah yang melekat pada manusia sejak dia diciptakan oleh Allah SWT. Allah SWT telah memberikan panca-indera, sebagai salah satu unsur penting untuk proses berpikir.
“Dan Allah mengeluarkan kalian dari perut ibu-ibu kalian dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi  kalian pendengaran, penglihatan, dan hati, agar kalian bersyukur.” (QS An Nahl : 78) 

Semua bekal ini semestinya bisa  digunakan dengan sebaik-baiknya, agar pada  gilirannya ia dapat memahami  hakikat  hidupnya di dunia.  

Kegagalan manusia  dalam memahami hakikat hidupnya,  tiada lain karena kelalaian dan keengganannya menggunakan bekal-bekal  tersebut, sehingga arah dan orientasi hidupnya menjadi tidak jelas atau menyimpang dari jalan yang semestinya. Akhirnya, hawa nafsu atau setanlah yang dijadikan “tuhan”, yakni menjadi sumber penentu sikap dan tujuan hidupnya. Orang sesat seperti ini dicap oleh Allah SWT bagaikan binatang ternak,  bahkan lebih rendah lagi daripada itu.
“Dan sesungguhnya Kami jadikan  untuk (isi) neraka Jahannam banyak dari jin dan manusia. Mereka mempunyai akal, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah), mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah) , dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (QS Al A’raaf : 179)
“Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya? Atau apakah kamu mengira bahwa mereka itu mendengar atau memahami? Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi jalannya (dari binatang ternak itu).” (QS Al Furqaan : 43-44)
Jelaslah, memahami hakikat hidup merupakan suatu hal yang sangat fundamental. Kegagalan memahami hakikat hidup, akan membuat seseorang menjalani hidup bagaikan layang-layang putus yang bergerak mengikuti kemana angin berhembus, atau bagaikan kapal berlayar tanpa nakhoda yang bisa saja menumbuk karang, atau dihempaskan ombak ke mana saja tanpa tujuan. Artinya, seorang muslim mudah sekalil tersesat, atau bahkan tak mustahil  menjadi murtad tanpa dia sadari, sehingga amalnya di dunia  menjadi sia-sia  bagaikan fatamorgana atau debu beterbangan.
“Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan.” (QS Al Furqaan : 24)

Definisi Hidup

Hidup dapat didefinisikan dari dua aspek. Pertama,  aspek biologis dan kedua, aspek sosiologis. Dari aspek biologis, hidup (al hayah) seperti diungkapkan oleh Ghanim Abduh dalam Naqdhul Isytirakiyah Al Marksiyah adalah sesuatu yang maujud (ada) dalam makhluk hidup (asy-syai`u al- qaa`im fi al- ka`ini al- hayyi). Dalam pengertian ini, hidup dipahami sebagai esensi yang membuat sesuatu menjadi hidup, yang membedakannya dengan benda-benda mati, baik benda itu  benda mati secara asli,  seperti batu, maupun benda mati dalam arti benda yang sebelumnya berasal dari benda hidup, seperti kayu. Hidup, dengan demikian, nampak dan eksis dengan berbagai tanda-tandanya, seperti kebutuhan akan nutrisi, gerak, peka terhadap rangsang, pertumbuhan, dan perkembangbiakan.  Lawan dari hidup dalam pengertian biologis ini, adalah mati. Yakni tiadanya atau hilangnya tanda-tanda kehidupan pada sesuatu. Maka, batu adalah benda mati karena tak ada satu pun tanda-tanda kehidupan padanya. Demikian pula seseorang yang telah membujur kaku di kamar jenazah disebut  telah mati, karena telah hilang darinya tanda-tanda kehidupan yang semula dimilikinya.
Secara sosiologis, hidup berkaitan erat dengan segala perbuatan manusia yang terwujud dalam seluruh interaksi yang dilakukannya. Ketika menerangkan pengertian isti`naful hayatil Islamiyah (melanjutkan kehidupan Islam), Abdul Qadim Zallum dalam kitabnya Manhaj Hizbu al-Tahrir, menyebutkan  bahwa hidup (al-hayah) adalah seluruh interaksi yang dilakukan manusia (jami’u alaaqati al-nas). Dalam perspektif ini, hidup berarti menyangkut seluruh aktivitas manusia dalam berbagai macam interaksinya satu sama lain. Tatkala manusia melakukan aktivitasnya dalam bidang ekonomi, politik, sosial, budaya, pendidikan, dan lain-lain, berarti dia telah melakukan interaksi dengan manusia lainnya. Artinya, dia telah menjalani atau “mengisi” hidupnya.
Kebalikan dari hidup dalam pengertian  ini, adalah tiadanya interaksi di antara manusia. Seseorang  mungkin saja mengisolasi dirinya (beruzlah) dari masyarakat, atau bisa saja  sebuah kota dibom sehingga seluruh penduduknya mati. Maka,  kita dapat mengatakan bahwa orang yang beruzlah tadi telah “mati”, atau kota tadi telah “mati”, karena pada keduanya tak terdapat interaksi antar manusia yang menjadi pertanda adanya  sebuah kehidupan.
Kendatipun pengertian hidup dapat dibedakan dalam arti biologis dan sosiologis, namun keduanya tak dapat dipisahkan satu sama lain. Sebab, hidup dalam arti biologis, adalah syarat bagi adanya hidup dalam arti sosiologis. Tak akan ada hidup dalam pengertian sosiologis, kecuali dengan adanya hidup dalam pengertian biologis. Meskipun mungkin saja terdapat hidup dalam makna biologis, tetapi tak terdapat hidup secara sosiologis.

Share and Enjoy:

0 komentar for this post

Leave a reply

We will keep You Updated...
Sign up to receive breaking news
as well as receive other site updates!
Subscribe via RSS Feed subscribe to feeds
Sponsors
Template By SpicyTrickS.comSpicytricks.comspicytricks.com
Template By SpicyTrickS.comspicytricks.comSpicytricks.com
Popular Posts
Recent
Connect with Facebook
Sponsors
Blog Archives
Recent Comments
Tag Cloud