Terbaru
Recent Articles

Membangun 'Common Mind-Set'

Rekonsiliasi adalah kerja bangsa. Pihak yang terlibat konflik dan rakyat pada umumnya perlu memadamkan api dendamnya. Tetapi, sebelumnya, para pelaku --langsung maupun tidak langsung-- dituntut kearifannya untuk bersikap satria mengakui kesalahan dan meminta maaf setulus-tulusnya.

''Tanpa pengampunan, tidak ada masa depan,'' kata Nelson Mandela dan Desmond Tutu yang digemakan ke seluruh penjuru negeri secara terus-menerus.

Yang menjadi masalah di Indonesia adalah belum tumbuhnya common mind-set (pemikiran bersama) untuk mewujudkan rekonsiliasi. Jangankan masyarakat biasa, sebagian besar elit politik maupun pemerintahan pun belum menyadari dan masih ''membutakan'' diri terhadap urgensi rekonsiliasi untuk menyelamatkan bangsa dari perpecahan. Barisan pemuka agama pun setali tiga uang.

Padahal, ancaman disintegrasi di Aceh dan Papua dan perang saudara di Maluku, nyata telah menelan ribuan nyawa rakyat tak berdosa. Konflik di daerah tersebut telah bergulir bertahun-tahun, namun tak terlihat langkah signifikan untuk menghentikannya. Dalam beberapa kasus justru tindakan pemerintah malah menjadi ''bensin'' yang kian memperbesar api konflik.

Kalangan elit boleh saja menyatakan perlunya rekonsiliasi. Toh, untuk itu hanya dibutuhkan seujung lidah. Sayangnya, demi kepentingan kelompok atau golongan, dan mungkin pribadi, langkah-langkah konkrit menuju perdamaian tak pernah dilakukan.

Sesungguhnya, membangun pemikiran bersama atas pentingnya rekonsiliasi tidaklah terlalu sulit bila tokoh-tokoh bangsa sendiri bergandengan tangan memulainya. Dan, pada saat yang sama, piranti-piranti kemasyarakatan --termasuk organisasi non pemerintah-- pun bergerak bersama. Sebagai catatan, beberapa ornop telah mengambil prakarsa. Satu-dua di antaranya berjalan dengan program yang sangat sistematis. Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) salah satu di antaranya.

Tampaknya keliru bila kita menanti munculnya seorang Mandela di Jakarta, Surabaya, Yogyakarta, atau daerah lain. Sikap menunggu ini ditunjukkan ketika beberapa tokoh nasional beberapa waktu yang baru lalu ditanyai kemungkinan dirinya menjadi pionir gerakan bersama menuju rekonsiliasi. Sang tokoh ragu karena merasa kapabilitasnya tidak sama dengan Mandela.

Indonesia sendiri tidak membutuhkan Mandela. Dan, kita semua adalah ''Mandela-Mandela Indonesia''. Mari tumbuhkan pemikiran bersama menuju rekonsiliasi.

Sumber : http://elsam.minihub.org/kkr/mindset.html
Share and Enjoy:

0 komentar for this post

Leave a reply

We will keep You Updated...
Sign up to receive breaking news
as well as receive other site updates!
Subscribe via RSS Feed subscribe to feeds
Sponsors
Template By SpicyTrickS.comSpicytricks.comspicytricks.com
Template By SpicyTrickS.comspicytricks.comSpicytricks.com
Popular Posts
Recent
Connect with Facebook
Sponsors
Blog Archives
Recent Comments
Tag Cloud