Densus 88 Tewaskan Pemasok Kader dan Logistik Teroris di Aceh
Diduga Dulmatin, Otak dan Penyuplai Dana Latihan Militer di Aceh
JAKARTA - Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Mabes Polri mendapat tangkapan besar kemarin (9/3). Seorang tokoh teroris yang buron bertahun-tahun tewas ditembak di Pamulang, Tangerang, Banten. Tokoh yang menggunakan nama samaran Yahya Ibrahim alias Muktamar itu diduga sebagai Dulmatin.
Perangkai utama bom pada kasus peledakan bom Bali I (2002) itu tewas diterjang tiga peluru personel Densus 88 di warnet Multiplus, Jalan Siliwangi, Pamulang, setelah diburu sejak Minggu lalu (7/3). Jejak Yahya yang menjadi otak utama pengirim kader dan logistik latihan teroris di Aceh sempat terendus di Pandeglang sehari sebelum operasi di Pamulang.
Kepala Densus 88 Mabes Polri Brigjen Pol Tito Karnavian menegaskan bahwa Yahya merupakan otak latihan militer kelompok militan di Aceh. ''Dia biang kerok yang mengirim orang ke Aceh,'' kata Tito.
Lantas, apakah benar Yahya merupakan samaran Dulmatin? ''Yang jelas, dia (Yahya) tokoh besar dan punya nama besar (di kalangan kelompok militan),'' kata alumnus Akpol 1987 itu.
Penggerebekan Yahya dimulai sejak Selasa subuh (dini hari kemarin). Beberapa personel pendahulu dari Subden Intelijen Densus 88 Mabes Polri sudah membuntuti Yahya dari Pandeglang. Sebelum menuju warnet Multiplus, Yahya dilaporkan sempat mampir ke rumah Jalan Setiabudi Nomor 15. Setelah Yahya masuk ke warnet Multiplus, tim pendobrak merangsek ke dalam.
Manajer warnet Rinda Diana, 31, mengungkapkan bahwa saat penggerebekan sekitar pukul 11.10, tiga polisi dengan mengenakan penutup wajah dilengkapi senjata laras panjang masuk dan menyuruh tiarap semua orang di dalam warnet. ''Tiarap semua, ada teroris,'' kata Rinda menirukan personel Densus 88.
Setelah itu, Rinda mendengar tiga kali suara atau bunyi letusan di lantai dua. ''Seperti petasan. Saya tidak berani naik ke lantai dua,'' kata perempuan berjilbab biru tersebut. Saat itu Yahya menggunakan bilik nomor sembilan di antara 10 bilik yang tersedia.
Kadivhumas Mabes Polri Irjen Pol Edward Aritonang menuturkan, saat hendak diringkus, Yahya melawan. ''Dia menembak satu kali dengan menggunakan revolver yang berisi enam peluru,'' katanya. Karena keselamatannya terancam, petugas pun melumpuhkan Yahya dengan menembak di bagian perut dan paha.
Bekas tembakan dan selongsong peluru ditemukan di tembok lantai dua. Revolver yang digunakan Yahya tersebut jenis Colt berukuran kecil. Revolver itu dipegang dengan tangan kanan.
Tim identifikasi dari Puslabfor (pusat laboratoium dan forensik) Mabes Polri dan Inafis (Indonesia Automatic Fingerprints Identification System) langsung mengidentifikasi jenazah. Selain menggunakan data pembanding sidik jari dan mengumpulkan sisa lapisan kulit dan rambut, tim mengambil data dalam komputer yang saat itu digunakan Yahya.
Berdasar informasi yang dihimpun Jawa Pos dari berbagai sumber, sesaat sebelum tewas ditembak, Yahya sempat chatting (berkomunikasi lewat media internet) dengan seseorang berinisial Abu Zakaria. Mereka sempat menyinggung dana operasi Aceh.
''Kita akan kirim madu lagi ke Mekkah, antum (Anda, Red) punya stok berapa?'' tulis Yahya saat itu, sebagaimana ditirukan sumber Jawa Pos. Madu diduga kode untuk amunisi atau peluru dan Mekkah adalah kode untuk Aceh yang juga sering disebut Serambi Makkah.
Saat ini Abu Zakaria yang berkomunikasi dengan Yahya diburu polisi. Abu Zakaria diduga adalah pemasok dana. ''Dia bukan orang asing, tetapi orang Indonesia. Kami duga (dia berada) di Jawa Tengah,'' kata Aritonang. Sekitar pukul 21.00 tadi malam, satu tim Subden Intelijen 88 telah berada di salah satu kota di provinsi tersebut.
Penggerebekan Yahya juga melibatkan para saksi mata di sekitar lokasi. Di antaranya, sepasang suami istri yang berada di dekat warnet Multiplus. Ketika itu, sang istri sedang potong rambut di dekat lokasi tersebut. Mereka diperiksa dan diinterogasi sebagai saksi karena si lelaki ikut berada di ruangan lantai dua warnet Multiplus.
Setelah melumpuhkan Yahya, tim mengejar dua pengawalnya di rumah dr Fauzi, Jalan Setiabudi, Gang Asem, RT 03/05, Pamulang Barat, sekitar satu km dari warnet Multiplus. ''Mereka berinisial R dan H. Mereka juga melawan petugas,'' ujar Aritonang.
Warga setempat, Ade Setiawan, 25, yang menjadi saksi mata mengatakan bahwa dirinya melihat dua pelaku yang membawa tas hitam jatuh dari motor Suzuki Thunder. Selanjutnya, saat akan ditangkap, pria yang mengenakan kaus hitam, celana perempat, dan sandal jepit itu merogoh pistol dari kantong belakang. Sedangkan pria yang dibonceng meraih sesuatu dari dalam tas. ''Yang kami takutkan itu adalah tas berisi bom dan meledak,'' tutur Aritonang.
Setelah tersangka dipastikan tewas, tim Gegana dengan mengenakan pakaian dan helm tertutup berusaha menyisir lokasi dekat dua tersangka. Petugas juga menarik tas milik tersangka menggunakan tali.
Petugas Puslabfor Mabes Polri yang datang ke lokasi kejadian kemudian melakukan penyidikan. Jenazah tersangka dievakuasi ke RS Polri Kramat Jati untuk divisum. Sedangkan petugas gabungan terus menjaga ketat dan memberikan tanda garis polisi di dua lokasi kejadian. Sebab, banyak warga berdatangan untuk melihat dari jarak dekat.
Setelah itu, lima petugas Densus 88 masuk ke rumah berlantai dua berpagar cokelat dengan daun pintu yang terbuka. Plafon rumah juga hancur. Beberapa petugas yang menyisir isi rumah tampak menenteng laptop, sejumlah CD, dan dua kantong plastik berisi buku-buku.
Namun, Aritonang memastikan tidak ditemukan senjata api maupun amunisi dan bahan peledak di rumah tersebut. ''Yang jelas, mereka ini (para tersangka yang tertangkap dan tewas, Red) merupakan pemasok senjata dan dana para teroris,'' tegasnya.
Dua orang pria ditangkap di rumah itu. Inisialnya adalah DR alias H dan SB alias I. Saat digiring keluar rumah, keduanya hanya mengenakan celana pendek tanpa berbaju.
Warga sekitar menuturkan, rumah itu milik pria beranak tiga bernama dr Fauzi yang sering menggelar pengajian pada Jumat. ''Bisa 50-an orang (yang hadir). Rata-rata (merek) berjubah dan berjenggot lebat. Dia (dr Fauzi) murid Abu Jibril,'' kata Zaini, ketua RT setempat. Dia mengatakan, dr Fauzi bersama istri dan tiga anaknya sudah diamankan jajaran Densus 88 Mabes Polri.
Dikonfirmasi secara terpisah, Abu Jibril, yang juga ayah Muhammad Jibril (tersangka kasus peledakan Hotel JW Marriott pada 2009), membenarkan bahwa dr Fauzi adalah jamaah pengajiannya. ''Dia datang setiap hari. Tapi, soal aktivitas di luar pengajian, saya tidak tahu. Yang jelas, saya tidak pernah mengajarkan terorisme,'' katanya.
Info Teroris di Aceh
Sumber Jawa Pos menjelaskan, keberhasilan operasi Pamulang bermula dari pengakuan salah seorang tersangka teroris Zakky Rahmatullah yang tertangkap kali pertama pada 22 Februari di Pegunungan Jalin, Jantho, Aceh Besar. ''Testimoni Zaky kami cek di Pandeglang. Dari sana kami temukan link ke Pamulang,'' kata sumber itu kemarin.
Zakky dan 13 orang temannya sudah diboyong ke Mabes Polri pada Jumat lalu (5/3). Interogasi yang dilakukan tim Densus 88 awalnya sangat sulit. ''Semua mengunci mulut,'' katanya. Namun, aksi bungkam itu pecah saat polisi menggunakan pendekatan persuasif.
Zakky diberikan pemahaman bahwa aksinya telah membuat cemas istri dan anak-anaknya. Polisi meminta secara halus agar Zakky bersedia kooperatif. ''Tidak ada yang bisa mengalahkan kasih sayang keluarga,'' kata sumber itu.
Berdasar keterangan Zakky, polisi memburu dua orang berinisial H dan R yang. Akhirnya H dan R diringkus di Cakung dan Pandeglang. ''Dari dua orang itu petunjuk ke Pamulang terbuka,'' katanya.
Dari pengakuan Zakky juga terungkap bahwa kelompok itu jarang berkomunikasi dengan menggunakan ponsel. ''Mereka punya meeting point berpindah. Jika terpaksa, mereka akan kontak dengan chatting di internet,'' tuturnya.
Secara terpisah, pengamat terorisme Rakyan Adibrata menilai, serangan Densus 88 yang mendadak ke permukiman padat penduduk di Pamulang sebenarnya sangat berisiko. ''Agak disesalkan mengapa harus ditembak mati,'' katanya.
Kalaupun petugas terancam, metode penggerebekan sebenarnya bisa menggunakan teknik lain yang lebih aman. ''Jika target sudah terkunci, bisa saja ditunggu hingga berada di lokasi yang relatif bebas dari masyarakat umum,'' katanya.
Rakyan yang pernah melakukan riset anti terorisme di Prancis menilai tokoh yang tertangkap di Pamulang bisa membuat kredibilitas Densus 88 naik secara signifikan di mata pemerintah. ''Juga di mata pemerintah AS. Apalagi, sebentar lagi Obama akan datang ke Indonesia,'' ujarnya.
JAKARTA - Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Mabes Polri mendapat tangkapan besar kemarin (9/3). Seorang tokoh teroris yang buron bertahun-tahun tewas ditembak di Pamulang, Tangerang, Banten. Tokoh yang menggunakan nama samaran Yahya Ibrahim alias Muktamar itu diduga sebagai Dulmatin.
Perangkai utama bom pada kasus peledakan bom Bali I (2002) itu tewas diterjang tiga peluru personel Densus 88 di warnet Multiplus, Jalan Siliwangi, Pamulang, setelah diburu sejak Minggu lalu (7/3). Jejak Yahya yang menjadi otak utama pengirim kader dan logistik latihan teroris di Aceh sempat terendus di Pandeglang sehari sebelum operasi di Pamulang.
Kepala Densus 88 Mabes Polri Brigjen Pol Tito Karnavian menegaskan bahwa Yahya merupakan otak latihan militer kelompok militan di Aceh. ''Dia biang kerok yang mengirim orang ke Aceh,'' kata Tito.
Lantas, apakah benar Yahya merupakan samaran Dulmatin? ''Yang jelas, dia (Yahya) tokoh besar dan punya nama besar (di kalangan kelompok militan),'' kata alumnus Akpol 1987 itu.
Penggerebekan Yahya dimulai sejak Selasa subuh (dini hari kemarin). Beberapa personel pendahulu dari Subden Intelijen Densus 88 Mabes Polri sudah membuntuti Yahya dari Pandeglang. Sebelum menuju warnet Multiplus, Yahya dilaporkan sempat mampir ke rumah Jalan Setiabudi Nomor 15. Setelah Yahya masuk ke warnet Multiplus, tim pendobrak merangsek ke dalam.
Manajer warnet Rinda Diana, 31, mengungkapkan bahwa saat penggerebekan sekitar pukul 11.10, tiga polisi dengan mengenakan penutup wajah dilengkapi senjata laras panjang masuk dan menyuruh tiarap semua orang di dalam warnet. ''Tiarap semua, ada teroris,'' kata Rinda menirukan personel Densus 88.
Setelah itu, Rinda mendengar tiga kali suara atau bunyi letusan di lantai dua. ''Seperti petasan. Saya tidak berani naik ke lantai dua,'' kata perempuan berjilbab biru tersebut. Saat itu Yahya menggunakan bilik nomor sembilan di antara 10 bilik yang tersedia.
Kadivhumas Mabes Polri Irjen Pol Edward Aritonang menuturkan, saat hendak diringkus, Yahya melawan. ''Dia menembak satu kali dengan menggunakan revolver yang berisi enam peluru,'' katanya. Karena keselamatannya terancam, petugas pun melumpuhkan Yahya dengan menembak di bagian perut dan paha.
Bekas tembakan dan selongsong peluru ditemukan di tembok lantai dua. Revolver yang digunakan Yahya tersebut jenis Colt berukuran kecil. Revolver itu dipegang dengan tangan kanan.
Tim identifikasi dari Puslabfor (pusat laboratoium dan forensik) Mabes Polri dan Inafis (Indonesia Automatic Fingerprints Identification System) langsung mengidentifikasi jenazah. Selain menggunakan data pembanding sidik jari dan mengumpulkan sisa lapisan kulit dan rambut, tim mengambil data dalam komputer yang saat itu digunakan Yahya.
Berdasar informasi yang dihimpun Jawa Pos dari berbagai sumber, sesaat sebelum tewas ditembak, Yahya sempat chatting (berkomunikasi lewat media internet) dengan seseorang berinisial Abu Zakaria. Mereka sempat menyinggung dana operasi Aceh.
''Kita akan kirim madu lagi ke Mekkah, antum (Anda, Red) punya stok berapa?'' tulis Yahya saat itu, sebagaimana ditirukan sumber Jawa Pos. Madu diduga kode untuk amunisi atau peluru dan Mekkah adalah kode untuk Aceh yang juga sering disebut Serambi Makkah.
Saat ini Abu Zakaria yang berkomunikasi dengan Yahya diburu polisi. Abu Zakaria diduga adalah pemasok dana. ''Dia bukan orang asing, tetapi orang Indonesia. Kami duga (dia berada) di Jawa Tengah,'' kata Aritonang. Sekitar pukul 21.00 tadi malam, satu tim Subden Intelijen 88 telah berada di salah satu kota di provinsi tersebut.
Penggerebekan Yahya juga melibatkan para saksi mata di sekitar lokasi. Di antaranya, sepasang suami istri yang berada di dekat warnet Multiplus. Ketika itu, sang istri sedang potong rambut di dekat lokasi tersebut. Mereka diperiksa dan diinterogasi sebagai saksi karena si lelaki ikut berada di ruangan lantai dua warnet Multiplus.
Setelah melumpuhkan Yahya, tim mengejar dua pengawalnya di rumah dr Fauzi, Jalan Setiabudi, Gang Asem, RT 03/05, Pamulang Barat, sekitar satu km dari warnet Multiplus. ''Mereka berinisial R dan H. Mereka juga melawan petugas,'' ujar Aritonang.
Warga setempat, Ade Setiawan, 25, yang menjadi saksi mata mengatakan bahwa dirinya melihat dua pelaku yang membawa tas hitam jatuh dari motor Suzuki Thunder. Selanjutnya, saat akan ditangkap, pria yang mengenakan kaus hitam, celana perempat, dan sandal jepit itu merogoh pistol dari kantong belakang. Sedangkan pria yang dibonceng meraih sesuatu dari dalam tas. ''Yang kami takutkan itu adalah tas berisi bom dan meledak,'' tutur Aritonang.
Setelah tersangka dipastikan tewas, tim Gegana dengan mengenakan pakaian dan helm tertutup berusaha menyisir lokasi dekat dua tersangka. Petugas juga menarik tas milik tersangka menggunakan tali.
Petugas Puslabfor Mabes Polri yang datang ke lokasi kejadian kemudian melakukan penyidikan. Jenazah tersangka dievakuasi ke RS Polri Kramat Jati untuk divisum. Sedangkan petugas gabungan terus menjaga ketat dan memberikan tanda garis polisi di dua lokasi kejadian. Sebab, banyak warga berdatangan untuk melihat dari jarak dekat.
Setelah itu, lima petugas Densus 88 masuk ke rumah berlantai dua berpagar cokelat dengan daun pintu yang terbuka. Plafon rumah juga hancur. Beberapa petugas yang menyisir isi rumah tampak menenteng laptop, sejumlah CD, dan dua kantong plastik berisi buku-buku.
Namun, Aritonang memastikan tidak ditemukan senjata api maupun amunisi dan bahan peledak di rumah tersebut. ''Yang jelas, mereka ini (para tersangka yang tertangkap dan tewas, Red) merupakan pemasok senjata dan dana para teroris,'' tegasnya.
Dua orang pria ditangkap di rumah itu. Inisialnya adalah DR alias H dan SB alias I. Saat digiring keluar rumah, keduanya hanya mengenakan celana pendek tanpa berbaju.
Warga sekitar menuturkan, rumah itu milik pria beranak tiga bernama dr Fauzi yang sering menggelar pengajian pada Jumat. ''Bisa 50-an orang (yang hadir). Rata-rata (merek) berjubah dan berjenggot lebat. Dia (dr Fauzi) murid Abu Jibril,'' kata Zaini, ketua RT setempat. Dia mengatakan, dr Fauzi bersama istri dan tiga anaknya sudah diamankan jajaran Densus 88 Mabes Polri.
Dikonfirmasi secara terpisah, Abu Jibril, yang juga ayah Muhammad Jibril (tersangka kasus peledakan Hotel JW Marriott pada 2009), membenarkan bahwa dr Fauzi adalah jamaah pengajiannya. ''Dia datang setiap hari. Tapi, soal aktivitas di luar pengajian, saya tidak tahu. Yang jelas, saya tidak pernah mengajarkan terorisme,'' katanya.
Info Teroris di Aceh
Sumber Jawa Pos menjelaskan, keberhasilan operasi Pamulang bermula dari pengakuan salah seorang tersangka teroris Zakky Rahmatullah yang tertangkap kali pertama pada 22 Februari di Pegunungan Jalin, Jantho, Aceh Besar. ''Testimoni Zaky kami cek di Pandeglang. Dari sana kami temukan link ke Pamulang,'' kata sumber itu kemarin.
Zakky dan 13 orang temannya sudah diboyong ke Mabes Polri pada Jumat lalu (5/3). Interogasi yang dilakukan tim Densus 88 awalnya sangat sulit. ''Semua mengunci mulut,'' katanya. Namun, aksi bungkam itu pecah saat polisi menggunakan pendekatan persuasif.
Zakky diberikan pemahaman bahwa aksinya telah membuat cemas istri dan anak-anaknya. Polisi meminta secara halus agar Zakky bersedia kooperatif. ''Tidak ada yang bisa mengalahkan kasih sayang keluarga,'' kata sumber itu.
Berdasar keterangan Zakky, polisi memburu dua orang berinisial H dan R yang. Akhirnya H dan R diringkus di Cakung dan Pandeglang. ''Dari dua orang itu petunjuk ke Pamulang terbuka,'' katanya.
Dari pengakuan Zakky juga terungkap bahwa kelompok itu jarang berkomunikasi dengan menggunakan ponsel. ''Mereka punya meeting point berpindah. Jika terpaksa, mereka akan kontak dengan chatting di internet,'' tuturnya.
Secara terpisah, pengamat terorisme Rakyan Adibrata menilai, serangan Densus 88 yang mendadak ke permukiman padat penduduk di Pamulang sebenarnya sangat berisiko. ''Agak disesalkan mengapa harus ditembak mati,'' katanya.
Kalaupun petugas terancam, metode penggerebekan sebenarnya bisa menggunakan teknik lain yang lebih aman. ''Jika target sudah terkunci, bisa saja ditunggu hingga berada di lokasi yang relatif bebas dari masyarakat umum,'' katanya.
Rakyan yang pernah melakukan riset anti terorisme di Prancis menilai tokoh yang tertangkap di Pamulang bisa membuat kredibilitas Densus 88 naik secara signifikan di mata pemerintah. ''Juga di mata pemerintah AS. Apalagi, sebentar lagi Obama akan datang ke Indonesia,'' ujarnya.
Sumber : www.jawapos.com
Tulisan Terkait :
Popular Posts
-
MP3 Muslim Entreprener Forum 2012 MEF Ust Heru Binawan [Sambutan DPP HTI] [2 MB] MEF Talk Show Bpk Iskandar Zulkarnain [5 MB] MEF Bala...
-
(Minaut = Pemecahan Persoalan dan Pengambilan Keputusan) Pengantar Dalam menjalankan tugasnya sehari...
-
Oleh : Musryadanta Inilah fakta yang terlihat di kotaku tercinta, dimana pengemis dan anak telantar seolah-olah dilegalkan oleh pemeri...
Recent
Connect with Facebook
Sponsors
Search
Categories
Analisis
Artikel
Berita
Budaya
Catatan Facebook
CCTV
Daerah
download Materi
Gambar Unik
Hot News
Ideologis
Intelektual
IP Camera
Kegiatan
LOWONGAN
Makalah
Monitoring Rumah
MP3
Online Monitoring
Pendidikan
Pengumuman
Photo Unik
Politik Hukum
Potret
Presentasi
Religi
Retorika
rohingya
Sastra
Sosok
teknologi
Tips dan Trik
Tutorial Photoshop
Video
0 komentar for this post
Leave a reply